Sistem Penerapan Asas Pembuktian Terbalik Terhadap Tindak Pidana Korupsi
DOI:
https://doi.org/10.19184/puskapsi.v5i1.53765Keywords:
Asas Pembuktian Terbalik, Kejahatan, Korupsi, Penerapan, SanksiAbstract
Tindak pidana korupsi merupakan suatu kejahatan yang dapat menyentuh berbagai kepentingan yang menyangkut hak asasi, ideologi negara, perekonomian, keuangan negara, moral bangsa.Selain itu termasuk juga perilaku kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) dan sulit ditanggulangi. Sulitnya penanggulangan tindak pidana korupsi ini terlihat dari banyaknya putusan pengadilan yang membebaskan terdakwa kasus korupsi dan ringannya sanksi yang diterima oleh terdakwa tidak sebanding dengan kejahatan yang telah dilakukannya serta sulit untuk membuktikannya. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis cara menerapkan pembuktian terbalik yang bersifat terbatas atau keseimbangan dan yang menggunakan sistem negatif menurut Undang-undang (negative wettelijk overtuiging). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif melalui pendekatan yuridis normatif dengan cara mengumpulkan data sekunder berupa teori para ahli, artikel ilmiah, buku dan hal-hal yang berkaitan erat dengan masalah yang penulis teliti. Kesimpulannya adalah salah satu penyebab sulitnya pemberantasan korupsi ialah sulitnya pembuktian, karena para pelaku tindak pidana ini melakukan kejahatan dengan sangat rapi. Maka untuk memecahkan masalah sulitnya pembuktian terhadap tindak pidana kaorupsi tersebut salah satu upaya yang dapat ditempuh oleh pemerintah melalui sarana penal yaitu dengan menerapkan pembuktian terbalik terhadap perkara-perkara korupsi. Meskipun penerapan pembuktian terbalik ini bertentangan dengan asas praduga tak bersalah (presumtion of innocent) yang telah diakui secara hukum normatif, namun demi tegaknya hukum di Indonesia dan sesuai dengan tujuan hukum yakni untuk mencapai kebahagiaan sebanyak-banyaknya bagi masyarakat banyak maka hal tersebut dapat saja diterapkan terhadap perkara tindak pidana korupsi.