Asas Kepentingan Terbaik Bagi Anak dalam Perkara Tindak Pidana Tawuran yang Mengakibatkan Kematian
DOI:
https://doi.org/10.19184/puskapsi.v5i1.53760Keywords:
Asas Kepentingan, Peradilan Pidana Anak, ProporsionalAbstract
Dalam putusan pengadilan, penerapan asas kepentingan terbaik bagi anak masih banyak ditemukan hasil yang kurang memadai. Hal tersebut dapat menyebabkan kriminalisasi berlebihan terhadap anak, serta menghambat proses rehabilitasi yang seharusnya menjadi prioritas. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) menetapkan bahwa asas kepentingan terbaik bagi anak merupakan prinsip utama dalam penanganan perkara anak. Penelitian ini memfokuskan analisis pada Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 44/Pid.Sus-Anak/2024/PN Mdn, yang menjatuhkan sanksi pidana kepada dua anak pelaku tawuran, guna mengevaluasi penerapan prinsip tersebut serta menilai proporsionalitas dan keadilan yang berorientasi pada anak dalam penjatuhan sanksi. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus dan analisis normatif, dengan sumber data berupa dokumen pengadilan, peraturan perundang-undangan, serta literatur akademik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hakim berupaya mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak dengan mengurangi hukuman dari tiga tahun menjadi dua tahun di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Namun, hukuman yang sama diberikan kepada kedua anak meskipun peran mereka berbeda, menunjukkan kurangnya individualisasi dan proporsionalitas. Selain itu, penerapan Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP terhadap salah satu anak dipertanyakan karena tidak terdapat hubungan kausal langsung antara tindakannya dan kematian korban. Penelitian ini menyimpulkan bahwa putusan tersebut belum sepenuhnya mencerminkan asas kepentingan terbaik bagi anak maupun prinsip keadilan yang proporsional. Reformasi sistem peradilan pidana anak dan penelitian lanjutan atas putusan serupa direkomendasikan untuk mendorong pendekatan hukum yang lebih rehabilitatif dan berkeadilan.