Dominant Coalition Sebagai Strategi Penyederhanaan Partai Politik Dalam Perspektif Penguatan Sistem Presidensiil
DOI:
https://doi.org/10.19184/puskapsi.v5i1.53743Keywords:
Dominant Coalition, Penyederhanaan Partai Politik, Sistem PresidensiilAbstract
Pasca-reformasi 1998, sistem presidensiil multipartai Indonesia menghadapi banyak masalah dalam menciptakan stabilitas pemerintahan yang efektif. Fragmentasi politik yang tinggi disebabkan oleh banyaknya partai politik telah menyebabkan hubungan eksekutif-legislatif yang rumit, yang dapat menyebabkan kegagalan dan ketidakstabilan pemerintahan. Sistem ambang batas seperti ambang electoral threshold, parliamentary threshold, dan presidential threshold telah digunakan untuk menyederhanakan partai politik, tetapi masih tidak efektif untuk membangun sistem multipartai. Dalam situasi seperti ini, domianant coalition muncul sebagai pendekatan alternatif yang lebih praktis untuk mengatasi perpecahan politik dan memperkuat sistem presidensiil. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis peraturan yang mengatur partai politik di Indonesia dan mengkaji penggunaan dominant coalition sebagai metode penyederhanaan partai politik yang dapat memperkuat sistem presidensiil, khususnya di era pasca-reformasi. Metode penelitian hukum normatif digunakan dalam penelitian ini. Pendekatan kualitatif dan pendekatan statute digunakan untuk menganalisis peraturan perundang-undangan yang mengatur partai politik dan sistem pemerintahan presidensiil di Indonesia. Data dikumpulkan melalui penelitian dokumentasi peraturan perundang-undangan yang berbeda, putusan Mahkamah Konstitusi, dan literatur akademik yang relevan. Studi menunjukkan bahwa koalisi dominan bekerja lebih baik sebagai alat informal untuk menciptakan stabilitas politik dan dukungan legislatif yang kuat bagi presiden. Namun, instrumen formal seperti ambang parlemen berhasil mengurangi jumlah partai di DPR. Pengalaman dari era Susilo Bambang Yudhoyono hingga Joko Widodo menunjukkan bahwa koalisi yang dominan dapat mengatasi kemungkinan gridlock antara eksekutif dan legislatif dengan menggunakan politik distributif, pembagian kabinet, dan akses patronase. Namun, strategi ini juga menimbulkan kekhawatiran tentang konsolidasi demokrasi karena fungsi checks and balances menjadi lebih lemah dan tidak ada ruang untuk oposisi yang efektif. Studi ini menemukan bahwa perubahan besar diperlukan untuk menyeimbangkan kebutuhan akan stabilitas pemerintahan dengan prinsip-prinsip demokrasi konstitusional. Perubahan ini akan mencakup meningkatkan lembaga pengawasan independen dan membangun sistem campuran untuk mendorong konsolidasi partai sambil memberikan representasi yang memadai.