Extended Producer Responsibility (EPR) di Indonesia: Tantangan Regulasi dan Solusi Peningkatan Kepatuhan
DOI:
https://doi.org/10.19184/puskapsi.v5i1.53729Keywords:
Extended Producer Responsibility, Fast-Moving Consumer Goods, Pengelolaan Sampah, Sampah PlastikAbstract
Penjualan produk Fast-Moving Consumer Goods (FMCG) di Indonesia menunjukkan tren pertumbuhan positif dalam tiga tahun terakhir, dengan peningkatan sebesar 34% pada tahun 2024 dan proyeksi pertumbuhan 19% pada tahun 2025. Namun, pertumbuhan ini berdampak pada peningkatan volume sampah, khususnya sampah plastik, yang menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) 2024 mencapai 19,64% dari total timbulan sampah nasional. Untuk mengatasi permasalahan ini, pendekatan Extended Producer Responsibility (EPR) diterapkan, yang mewajibkan produsen bertanggung jawab hingga tahap pasca konsumsi produk. Implementasi EPR di Indonesia telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas penerapan EPR dalam pengelolaan sampah plastik di Indonesia. Metodologi yang digunakan adalah studi kepustakaan dan analisis regulasi terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun EPR secara konseptual dapat menjadi solusi berkelanjutan, pelaksanaannya masih menghadapi kendala seperti rendahnya tingkat kepatuhan industri, lemahnya pengawasan, kurangnya insentif, dan ketidaktegasan penerapan sanksi. Oleh karena itu, penguatan regulasi, pengawasan yang lebih efektif, serta pemberian insentif kepada produsen menjadi hal yang mendesak untuk mendorong keberhasilan program EPR di Indonesia.